Proses Naiknya Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden
Karir
politik Mega yang penuh liku seakan sejalan dengan garis kehidupan rumah
tangganya yang pernah mengalami kegagalan. Jejak politik sang ayah berpengaruh
kuat pada Megawati.Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mega tidak
terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah
mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang
baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif
dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya
Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan
keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu
ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau
tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik.
Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati
terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi,
kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati
tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam,
beliau pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu.
Maka beliau memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung
wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya yang silent operation itu secara langsung atau tidak langsung, telah
memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Ia menjadi Ketua Umum
Partai DPP PDI sejak tahun 1993 hingga partai tersebut berubah menjadi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berhasil melambungkan namanya
hingga ia terpilih sebagai Presiden perempuan pertama, masa jabatan 23 Juli
2001 hingga 20 Oktober 2004 menggantikan KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) dengan
membentuk kabinet Gotong Royong.
Proses
naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di
Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi
Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan
Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara
telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu.
Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum
PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta. Namun pemerintah
menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya,
pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah
Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada
tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah
ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan.
Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI
di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh
pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap
berusaha mempertahankan kantor itu.
Soerjadi
yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor
DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996
kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega.
Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin memantapkan langkah
mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di
pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tekanan politik yang amat telanjang
terhadap Mega itu, mengundang empati dan simpati dari masyarakat luas.
Mega
terus berjuang, PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI
pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi,
pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Setelah rezim
Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik
berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu
1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu
menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader
partai lainnya.
Tetapi,
posisi tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan
Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua
tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan
Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid,
setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.Masa
pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi
di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara
langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu
keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Megawati menjadi presiden
hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali
mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004.
Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut
dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono
mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Kabinet Gotong Royong
Kabinet
Gotong Royong adalah kabinet pemerintahan Presiden RI kelima Megawati
Sukarnoputri (2001-2004). Kabinet ini dilantik pada tahun 2001 dan masa
baktinya berakhir pada tahun 2004.
Nama
gotong-royong diambil Megawati sebab pemerintahannya adalah hasil koalisi
banyak partai. Megawati adalah presiden kedua yang menjabat pada masa pemilu
multipartai pasca tumbangnya orde baru. Nama gotong royong juga dipilih
megawati untuk menguatkan visi misi utama pemerintahannya, yaitu rekonsiliasi
nasional. Indonesia, saat Megawati terpilih menjadi presiden sedang
porak-poranda akibat beragam konflik, seperti konflik komunal (ambon, poso,
sampang) dan konflik politik (pemakzulan Gus Dur oleh koalisi yang sebelumnya
mendukungnya). Gotong royong adalah kata yang dipilih untuk merekonsiliasi atau
mempersatukan bangsa Indonesia dalam semangat membangun kembali.Melalui Kabinet
Gotong Royong, Presiden Megawati Sukarnoputri telah menunjukkan manuver politik
yang piawai dan berhasil memberikan impresi yang positif pada berbagai lapisan
masyarakat. Saat itu tumbuh dan berkembang pendapat pada berbagai masyarakat
termasuk pelaku ekonomi, kalangan birokrasi, pengamat politik, dan masyarakat
kampus bahwa Kabinet Gotong Royong yang dilantik pada hari Jum’at 10 Agustus
yang lalu adalah kabinet yang cukup tangguh.Pandangan tersebut didasarkan atas
kenyataan bahwa 26 dari 32 jabatan menteri dan setingkat menteri dijabat oleh
para profesional yang menguasai bidang tugas masing-masing.
Akan
tetapi seiring dengan berjalannya Kabinet Gotong Royong dalam menjalankan pemerintahan, masyarakat sangat
dikecewakan. Pasalnya, kinerja dari Kabinet Gotong Royong tersebut dinilai
lamban dalam mengatasi masalah yang terjadi di negara kita saat itu. Wacana
publik tentang efektifitas tim ekonomi Kabinet Gotong Royong (KGR) dalam
menghantarkan Indonesia untuk secepatnya keluar dari krisis yang telah menggerogoti ekonomi
dan kehidupan social-politik selama lima tahun terakhir ini didominasi oleh
pandangan bahwa anggota Kabinet Gotong Royong bertindak sangat lamban dan tanpa koordinasi yang penuh.
Persepsi ini secara sadar banyak digaungkan oleh kalangan akademisi dan politisi
baik secara kolektif maupun secara perorangan yang pada gilirannya diterima
sebagai suatu realitas oleh masyarakat.
Ekonomi
di bawah pemerintahan Megawati tidak mengalami perbaikan yang nyata
dibandingkan sebelumnya, meskipun kurs rupiah relatif berhasil dikendalikan
oleh Bank Indonesia menjadi relatif lebih stabil. Kondisi ekonomi pada umumnya
dalam keadaan tidak baik, terutama pertumbuhan ekonomi, perkembangan investasi,
kondisi fiskal, serta keadaan keuangan dan perbankan. Dengan demikian, prestasi
ekonomi pada tahun kedua pemerintahan sekarang ini tidak menghasilkan perbaikan
ekonomi yang cukup memadai untuk sedikit saja memperbaiki kesejahteraan
masyarakat dan mempertahankan kesempatan kerja.Analisis yang cukup kerap dari
banyak kalangan membuktikan bahwa selama ini tim ekonomi tidak mampu,
menyelesaikan proses pemulihan ekonomi dan memperbaiki perekonomian
secara lebih luas. Kondisi perekonomian masih terus dalam ketidakpastian,
terutama karena terkait dengan masalah keamanan, seperti dalam kejadian pemboman
beruntun sejak tahun 1998 sampai tahun 2002.Masalah pertumbuhan ekonomi,
investasi dan pengangguran adalah gambaran yang paling suram di
bawah kabinet gotong royong ini.
Sentuhan
kebijakan ekonomi tidak
jelas sehingga memberikan signal yang tidak jelas pula pada masyarakat dan kalangan investor di
dalam maupun di luar negeri. Signal tersebut menjadi lebih buruk lagi ketika pemerintah
sama sekali gagal menyediakan jasa publik yang paling mendasar, yakni
keamanan.Faktor keamanan
juga menjadi ganjalan serius yang menghalangi proses pemulihan ekonomi. Justru persoalannya
sampai saat ini karena faktor ekonomi dan faktor non ekonomi tidak saling
mendukung.Kondisi investasi di Indonesia betul-betul terpuruk. Sejauh ini tidak ada tindakan kolektif
dari perencanaan yang komprehensif tersebut. Dengan sumberdaya manusia di
dalam birokrasi, perguruan tinggi dan masyarakat luas, serta pengetahuan yang jauh
lebih tinggi seharusnya pemerintah sudah bekerja dengan perencanaan tersebut,
yang jelas arahnya tidak lain untuk pemulihan ekonomi.
Masalah
yang paling ditunggu publik dan investor bukan hanya kebijakan hari per hari, minggu per
minggu atau tahun per tahun, tetapi menyangkut arah serta tujuan yang jelas dan tujuan
yang akan dicapai. Tetapi harapan ini tidak berhasil diperoleh karena masalah
kepemipinan dan komunikasi yang sangat buruk dengan publik. Faktor komunikasi
pada tingkat kabinet juga sangat tidak memadai, kalau tidak hendak dikatakan
buruk. Dengan demikikan, publik tidak pernah merasa diyakinkan oleh
pemerintah, yang setengah acuh terhadap kebutuhan kebijakan yang jelas, terutama dalam
jangka pendek maupun jangka menengah dan panjang. Karena itu, tidak aneh jika
tingkat kepercayaan publik justru terus merosot karena kelemahan kepemimpinan pada dua
tingkat tersebut, termasuk masalah komunikasi yang payah.Sebagai contoh,
investasi yang sangat buruk dan terus merosot dibiarkan begitu saja tanpa
inisiatif yang berarti. Ini merupakan contoh kenaifan dalam pemerintahan, yang
menghadapi persoalan berat, tetapi berperilaku secara kolektif seperti biasa-biasa
saja. Tidak tampak sense of urgency
selama ini sehingga masalah
yang
terus hadir semakin bertumpuk-tumpuk tanpa penyelesaian. Inilah yang menyebabkan
kondisi ekonomi tetap tidak pasti, tumbuh rendah dan tidak mendapat dukungan kepercayaan
publik.
Persepsi
yang berkembang di masyarakat pada saat itu yakni pemerintah tak mau berbuat
maksimal atau lebih tepat lagi untuk dikatakan bahwa Kabinet Gotong Royong
hanya tidur. Hal ini ditunjukkan dengan skor performance (kinerja) yang hanya
4.7 dan skor effort (upaya) yang hanya 3.1, padahal untuk kondisi pemerintahan
yang kondusif terhadap perekonomian nasional seharusnya skor performance dan
skor effort minimal, artinya skor yang sedemikian rendah menunjukkan tidak
terjadinya upaya yang efektif untuk menggerakkan roda perekonomian untuk bisa
keluar dari krisis secara sistematis.
Nampaknya
lampu kuning bagi pemerintahan Presiden Megawati Soekarno putri. Mengapa
masyarakat tidak percaya lagi? Karena subsidi langsung kepada orang miskin
dikorupsi, karena ditengah-tengah rakyat sulit kekayaan orang-orang kaya
semakin mencolok, mobil-mobil semakin mewah, ballroom-ballroom di hotel-hotel
berbintang lima kian diramaikan oleh the golden crowd.
Dan
ambil tontonan yang diberikan oleh DPR dan DPRD kita. Rakyat mendapat kesan
lebih daripada di zaman Pak Harto bahwa apa yang menamakan diri
wakil-wakilnya(semuanya tidak terpilih; rakyat harus memilih kucing dikarung,
siapa yang dipilih partai) melihat
kedudukan mereka sebagai kesempatan untuk memperkaya diri semata-mata.
Dan
pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri bersikap dingin dan acuh tak acuh.
Paling-paling mengeluh karena protes rakyat yang kurang sopan. Apa presiden
tidak tahu apa yang dialami rakyat? Rakyat diajak mengencangkan ikat pinggang,
hidup sederhana. Orang kaya kelihatan dibebaskan dari pengusutan pidana, orang
kecil dianggap tak apa-apa kalau hidup dibuat lebih mahal lagi. Pemerintahan
Megawati tidak berhasil mempertontonkan kepada rakyat bahwa ia bertekad tegas
untuk mengakhiri penjarahan itu, karena kelihatan adem ayem pada saat negara
ini masih dijarah, terjadi krisis kepercayaan yang terungkap dalam unjuk rasa-unjuk
rasa di hari-hari ini.Sebagaimana ditunjuk Herry Priyono, ada kesan bahwa
pemerintah membajakan hati, atau lebih tepat menumpulkan perasaannya atas nama
“rasionalitas ekonomis”.
Memang
jikalau ditinjau berdasarkan tipe pemimpin, menurut William Marson, ada empat
tipe pemimpin yang dapat dikelompokkan, yaitu tipe D (Dominance), I
(Influencing ), S (Steadiness), dan C (Compliance). Dari tipe tersebut,
Megawati termasuk tipe C, karena ia cenderung emosional, kurang konsisten,
cukup demokratis (leissez-faire), pendendam, hanya dapat berkomunikasi dengan
orang yang ia kenal dan tak mau repot.
Hal
ini terbukti karena dalam beberapa proses pengambilan keputusan, ia menyerahkan
kepada tiap bawahannya untuk memutuskan sendiri sesuai tugas masing-masing,
gaya komunikasinya termasuk high context culture sehingga sulit dipahami, ia
lebih sering membahas masalah “perempuan” dibanding masalah negara. Ia juga
kurang menerima kritik mahasiswa dan media. Juga ia mengingat musuh sebagai
musuh (tidak datang saat SBY dilantik).
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan., Sejarah Kecil Petite Histoire
Indonesia Jilid I. Jakarta, KompaS : 2009.
Djelantik, Sukawarsini. Diplomasi antara Teori dan
Praktik. Yogyakarta, Graha Ilmu : 2008.
Elson, R.E., The Idea of Indonesia Sejarah Pemikiran
dan Gagasan. Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta: 2008.
Lampu Kuning buat Pemerintahan Megawati, Kompas, 21
Januari 2003.
Lesmana, Tjipta. Dari Soekarno sampai SBY-Intrik
& Lobi Penguasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Magnis, Franz Suseno., Berebut Jiwa Bangsa;Dialog,
Perdamaian, dan Persaudaraan. Jakarta, Kompas : 2006.
________, Politik Zig zag Megawati, 2007.
12 komentar:
nice artikel :D
desain blog-nya juga lucu mbak..
saya tidak setuju jika megawati menjadi presiden lagi, selama dia menjadi presiden sering terjadi konflik di aceh, megawati adalah seorang muslim kenapa dia tidak memakai jilbab apakah itu contoh pemimpin yang baik, walaupun jika dia bukan seorang muslim seharusnya dia menghargai indonesia, sebagai mayoritasnya kebanyakan muslim.
ijin utk share ya..
tolong share program kerja, kebijakan-kebijakan serta hasil pada pemerintahan megawati
terimakasih atas tulisan anda hehehe
MPR dulu bisa menurunkan gus dur
Knp sekarang tidak bisa menurunkan jokowi dan ahok
MPR dulu bisa menurunkan gus dur
Knp sekarang tidak bisa menurunkan jokowi dan ahok
Setujuu
Setujuu
tolong cantumkan isi dari konsep pengambilan keputusan presiden megawati apa saja keputusannya.
tolong cantumkan isi dari konsep pengambilan keputusan presiden megawati apa saja keputusannya.
judi sabung ayam BOLAVITA
Posting Komentar